Sejarah Lokal
- Awal Januari 1948 menjadi momen pergerakan aksi-aksi militer
Belanda. Dalam rentang waktu dua tahun Belanda sedang genjar-genjar melakukan
aksi militer di seluruh daerah yang ada di Indonesia dari Sabang sampai
Merauke, terwasuk wilayah Batu-Pujon. Perjanjian Renville semakin menyusahkan
perjuangan para pahlawan untuk merebut kemerdekaan, karena adanya garis demarkasi yang memisahkan wailayah
Indonesia dan Belanda.
Desa Pandesari menjadi tempat
pemasangan garis demarkasi di daerah Pujon. Pecahnya pertempuran pada 7 dan 19
Desember 1948 ini di duga di sebabkan oleh pendirian garis status quo yang
diikuti dengan pendirian pos-pos militer dan keamanan dari kedua belah pihak.
Tidak seperti pertempuran pada 7 Desember yang berhasil memaksa Belanda mundur
ke daerah Batu, pertempuran 19 Desember 1948 dieksekusi dengan rapi oleh pihak
Belanda sehingga bisa memukul tentara republik.
Beberapa pasukan republik yang di
pimpin oleh Lettu Suwandi dan Lettu Supanggih memimpin pasukan kompi seksi I
dan seksi II. Beberapa gerakan sebelumnya berhasil dipatahkan oleh pihak
Belanda karena bocornya rute perjalanan tentara republik. Dalam gerakan kedua
yang dipimpin oleh Komandan Seksi, beberapa anggota Polri diperkuat. Selain
itu, ada juga anggota dinas dari unsur pemerintah sipil, termasuk Camat
Karangploso, Suwartono.
Semua pasukan pada keberangkatan ini
sebanyak 130 orang. Rute yang ditempuh adalah dari pangkalan Tawangsari melalui
Wiyurejo, kemudian bergerak ke kiri melalui Bagean Borah melalui hutan untuk menghindari
kemungkinan kontak dengan musuh, selama kurang lebih dua hari dua malam. Akibatnya
mereka tiba di daerah Sumber Brantas. Di daerah ini, masyarakat sekitar memberikan
banyak bantuan makanan, seluruh tentara beristirahat selama sehari (Utama, 2008).
Setelah melewati daerah Sumber Brantas tentara republik menuju daerah Gunung Papak, karena , menurut informan republik warga Desa Sumberilang masih setia kepada Pemerintah Indonesia. Desa Sumberilang menjadi tempat diskusi sementara untuk mengetahui pergerakan musuh dan jalur-jalur yang akan dilalui musuh, di desa ini juga di susun rencana untuk membersihkan desa-desa di daerah Pujon. Dukunngan dari masyarakat sekitar semakin besar, daerah di Karang Ploso menyatakan kesiapannya dalam membantu perjuangan tentara republik. Puncak dari perjalanan gerirlya dan penghimpunan kekuatan iniu adalah serangan skala besar untuk menyerbu pos pertahanan Belanda di desa Pendem. (Ian)
Sumber Rujukan:
Mahardika,
Moch, Dimas, Galuh. (2022). Agresi Militer Belanda di Wilayah Batu Pujon
1947-1948 : Sebuah Kajian Sejarah Lokal. Criksetra: Jurnal Pendidikan Sejarah, Vol 11 (1), 71-83.
Penulis: Ian Iradatillah Muhtarom #MahasiswaUM
Posting Komentar